Senin, 18 November 2013
Rabu, 26 Juni 2013
Kasus Vibrio parahaemolyticus Pada Seafood
Nama : Donny Sagita
Nim : Ak 412012
Akademi Analis Kesehatan Borneo Lestari
Vibrio parahaemolyticus (Vp) adalah bakteri halofilik Gram negatif yang merupakan flora normal dari daerah estuaria dan pantai. Bakteri ini tumbuh pada kadar NaCl optimum 3%, kisaran suhu 5 – 43°C, pH 4.8 – 11 dan aw 0.94 – 0.99. Pertumbuhan berlangsung cepat pada kondisi suhu optimum (37°C) dengan waktu generasi hanya 9–10 menit. Seafood yang merupakan produk hasil laut, memberikan semua kondisi yang dibutuhkan oleh Vp untuk tumbuh dan berkembang biak: keberadaan garam, nutrien yang baik serta pH dan aw yang cocok sehingga Vp sering terdapat sebagai flora normal di dalam seafood.
Vp muncul secara musiman. Biasanya, pada musim panas Vp relatif mudah dideteksi pada air laut, sedimen, plankton, ikan, krustasea dan moluska yang merupakan tempat hidupnya di ekosistem. Mereka terkonsentrasi dalam saluran pencernaan moluska, seperti kerang, tiram dan mussel yang mendapatkan makanannya dengan cara mengambil dan menyaring air laut.
Beberapa strain dari bakteri Vp, bersifat patogen dan merupakan penyebab utama dari penyakit gastroenteritis yang disebabkan oleh produk hasil laut (seafood), terutama yang dimakan mentah, dimasak tidak sempurna atau terkontaminasi dengan seafood mentah setelah pemasakan. Gastroenteritis berlangsung akut, diare yang tiba-tiba dan kejang perut yang berlangsung selama 48 – 72 jam. Masa inkubasi berkisar antara 8 – 72 jam dengan rata-rata sekitar 18 jam. Gejala lain yang dilaporkan dengan frekuensi yang berturut-turut menurun adalah mual, muntah, sakit kepala dan badan panas dingin. Pada sebagian kecil kasus, bakteri menyebabkan kerusakan (luka) pada mukosa usus sehingga tinja dari beberapa penderita selain mengandung bakteri, juga berdarah dan mengandung leukosit serta memicu terjadinya septisemia.
Sejak tahun 1997, jumlah kasus Kejadian Luar Biasa (KLB) yang disebabkan oleh Vp meningkat secara tajam di berbagai kawasan dunia. Terjadinya KLB ini telah teridentifikasi disebabkan oleh konsumsi seafood terutama tiram (oyster) mentah yang terkontaminasi oleh Vp. Sejak tahun 1997 tersebut, maka seafood terutama tiram dianggap sebagai jenis pangan yang penting diwaspadai dari aspek keamanan pangan. Strain Vp patogen penyebab gastroenteritis sangat beragam. Strain Vp patogen dengan serotype O3:K6 sejak tahun 1996 muncul menjadi sumber patogen baru penyebab keracunan pangan.
Kasus keracunan karena mengkonsumsi pangan tercemar Vp, biasanya berlangsung secara musiman. Karena Vp biasanya muncul pada saat suhu lingkungan perairan di atas 15°C, maka kasus keracunan karena Vp biasa terjadi pada musim panas dimana suhu permukaan laut naik hingga mencapai di atas 15°C. Kasus keracunan karena Vp lebih banyak terjadi pada musim panas. Kondisi ini berkorelasi positif dengan prevalensi dan jumlah kontaminasi Vp pada sampel seafood lingkungan yang juga meningkat dengan meningkatnya suhu perairan. Tingkat salinitas air laut juga berpengaruh pada tingkat kontaminasi.
Teknik analisis berpengaruh pada tingkat prevalensi dan tingkat isolasi Vp dari seafood. Untuk pengendalian tingkat kontaminasi didalam seafood, diperlukan pemilihan metode analisis yang lebih sensitifitas dengan waktu deteksi yang lebih cepat. Teknik analisis berdasarkan deteksi gen (tlh, tdh dan/atau trh) memberikan hasil yang lebih akurat untuk mendeteksi strain patogen dibandingkan dengan teknik MPN-konvensional yang berdasarkan pada reaksi biokimiawi.
Beberapa faktor yang akan dilihat adalah faktor lingkungan, teknik analisis yang digunakan serta aspek penyimpanan dan penanganan seafood. Diharapkan, kajian ini dapat menjelaskan keterkaitan antara frekuensi isolasi Vp dari dalam seafood dengan beberapa faktor yang mempengaruhinya dan dapat menjadi bahan masukan untuk pengembangan metode atau teknik pengendalian yang efisien untuk mengurangi resiko kontaminasi Vp dan menjamin keamanan pangan.
Ilmupangan.blogspot.com/2010/04/kasus-vibrio-parahaemolyticus-di-dalam.html?m=1
myself-mypurple.blogspot.com/2012/01/2-bakteri-penyebab-travellers-disease.html?m=1
www.google.com/m?q=kasus+vibrio+parahaemolyticus+pada+seafood&client=ms-opera-mini&channel=new
Nim : Ak 412012
Akademi Analis Kesehatan Borneo Lestari
Vibrio parahaemolyticus (Vp) adalah bakteri halofilik Gram negatif yang merupakan flora normal dari daerah estuaria dan pantai. Bakteri ini tumbuh pada kadar NaCl optimum 3%, kisaran suhu 5 – 43°C, pH 4.8 – 11 dan aw 0.94 – 0.99. Pertumbuhan berlangsung cepat pada kondisi suhu optimum (37°C) dengan waktu generasi hanya 9–10 menit. Seafood yang merupakan produk hasil laut, memberikan semua kondisi yang dibutuhkan oleh Vp untuk tumbuh dan berkembang biak: keberadaan garam, nutrien yang baik serta pH dan aw yang cocok sehingga Vp sering terdapat sebagai flora normal di dalam seafood.
Vp muncul secara musiman. Biasanya, pada musim panas Vp relatif mudah dideteksi pada air laut, sedimen, plankton, ikan, krustasea dan moluska yang merupakan tempat hidupnya di ekosistem. Mereka terkonsentrasi dalam saluran pencernaan moluska, seperti kerang, tiram dan mussel yang mendapatkan makanannya dengan cara mengambil dan menyaring air laut.
Beberapa strain dari bakteri Vp, bersifat patogen dan merupakan penyebab utama dari penyakit gastroenteritis yang disebabkan oleh produk hasil laut (seafood), terutama yang dimakan mentah, dimasak tidak sempurna atau terkontaminasi dengan seafood mentah setelah pemasakan. Gastroenteritis berlangsung akut, diare yang tiba-tiba dan kejang perut yang berlangsung selama 48 – 72 jam. Masa inkubasi berkisar antara 8 – 72 jam dengan rata-rata sekitar 18 jam. Gejala lain yang dilaporkan dengan frekuensi yang berturut-turut menurun adalah mual, muntah, sakit kepala dan badan panas dingin. Pada sebagian kecil kasus, bakteri menyebabkan kerusakan (luka) pada mukosa usus sehingga tinja dari beberapa penderita selain mengandung bakteri, juga berdarah dan mengandung leukosit serta memicu terjadinya septisemia.
Sejak tahun 1997, jumlah kasus Kejadian Luar Biasa (KLB) yang disebabkan oleh Vp meningkat secara tajam di berbagai kawasan dunia. Terjadinya KLB ini telah teridentifikasi disebabkan oleh konsumsi seafood terutama tiram (oyster) mentah yang terkontaminasi oleh Vp. Sejak tahun 1997 tersebut, maka seafood terutama tiram dianggap sebagai jenis pangan yang penting diwaspadai dari aspek keamanan pangan. Strain Vp patogen penyebab gastroenteritis sangat beragam. Strain Vp patogen dengan serotype O3:K6 sejak tahun 1996 muncul menjadi sumber patogen baru penyebab keracunan pangan.
Kasus keracunan karena mengkonsumsi pangan tercemar Vp, biasanya berlangsung secara musiman. Karena Vp biasanya muncul pada saat suhu lingkungan perairan di atas 15°C, maka kasus keracunan karena Vp biasa terjadi pada musim panas dimana suhu permukaan laut naik hingga mencapai di atas 15°C. Kasus keracunan karena Vp lebih banyak terjadi pada musim panas. Kondisi ini berkorelasi positif dengan prevalensi dan jumlah kontaminasi Vp pada sampel seafood lingkungan yang juga meningkat dengan meningkatnya suhu perairan. Tingkat salinitas air laut juga berpengaruh pada tingkat kontaminasi.
Teknik analisis berpengaruh pada tingkat prevalensi dan tingkat isolasi Vp dari seafood. Untuk pengendalian tingkat kontaminasi didalam seafood, diperlukan pemilihan metode analisis yang lebih sensitifitas dengan waktu deteksi yang lebih cepat. Teknik analisis berdasarkan deteksi gen (tlh, tdh dan/atau trh) memberikan hasil yang lebih akurat untuk mendeteksi strain patogen dibandingkan dengan teknik MPN-konvensional yang berdasarkan pada reaksi biokimiawi.
Beberapa faktor yang akan dilihat adalah faktor lingkungan, teknik analisis yang digunakan serta aspek penyimpanan dan penanganan seafood. Diharapkan, kajian ini dapat menjelaskan keterkaitan antara frekuensi isolasi Vp dari dalam seafood dengan beberapa faktor yang mempengaruhinya dan dapat menjadi bahan masukan untuk pengembangan metode atau teknik pengendalian yang efisien untuk mengurangi resiko kontaminasi Vp dan menjamin keamanan pangan.
Ilmupangan.blogspot.com/2010/04/kasus-vibrio-parahaemolyticus-di-dalam.html?m=1
myself-mypurple.blogspot.com/2012/01/2-bakteri-penyebab-travellers-disease.html?m=1
www.google.com/m?q=kasus+vibrio+parahaemolyticus+pada+seafood&client=ms-opera-mini&channel=new
Selasa, 25 Juni 2013
praktikum bakteri "pewarnaan kapsul"
DASAR TEORI
Beberapa jenis
bakteri dan amoeba hijau-biru mengeluarkan bahan-bahan yang amat berlendir
dan lengket pada permukaan selnya, melengkungi dinding sel. bila
bahan berlendir tersebut kompak dan tampak sebagai suau bentuk yang pasti (bundar/lonjong)
maka disebut kapsul. kapsul dan lendir tidaklah esensial bagi kehidupan sel,
tetapi dapat berfungsi sebagai makanan cadangan, perlindungan terhadap
fagositosis (baik dalam tubuh inang maupun dialam bebas) atau perlindungan
terhadap dehidrasi. kemampuan menghasilkan kapsul merupakan sifat genetis,
tetapi produksinya sangat dipengaruhi oleh komposisi medium tempat
ditumbuhkannya sel-sel yang bersangkutan.
Antanypina.blogspot.com/2013/06/bakteriologi-pewarnaan-kapsul.html?m=1
|
METODE : BURRY GINS
TUJUAN : Untuk melihat kapsul bakteri
PRINSIP
Kapsul pada
kuman tidak dapat mengikat zat warna, sehingga pada pemberian cat tinta cina
dan karbol fuchsin terlihat bulatan terang atau transparan dengan
latar belakang gelap dan badan kuman berwarna merah dari fuchsin.
|
ALAT
1. ose
2. slide
3. bunsen
4. mikroskop
|
BAHAN
1. sample
“salmonela”
2. karbol
fuchsin
3. tinta
cina
4. aquadest
|
Interpretasi hasil : KAPSUL : transparan
BADAN BAKTERI : warna merah
PEMBAHASAN
Fungsi dari
tinta cina yang digunakan pad pewarnaa burry gins yaitu untuk memberi warna
latar belakang pada sediaan apabila dilihat pada mikroskop. sehingga
kapsul bateri yang transparan dapat terlihat. sedangkan fungsi karbol fuchsin
yaitu untuk memberi warna badan bakteri. sehingga dapat dibedakan antara
badan dan kapsul bakteri.
|
KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum, hasil yg didapat adl bakteri dg dinding transparan
dan badanberwarna merah dg latar hitam
|
praktikum bakteri " BTA"
DASAR TEORI
Bakteri tahan
asam adalah bkeri yang memperahankan zat warna karbol-fuchsin, meskipun
Dicuci dengan asam alkohol. mycrobakteria adalah bakteri tidak mudah
diwarnai bakteri ini tahan terhadap penghilangan warna (diklorisasi) oleh
asam atau alkohol dan karena itu dinamakan basil tahan asam. pada perbenihan
buatan terlihat bentuk cuccosdan filamen. mycrobakteria tidak dapat di
klasifikasikan sebagai gram positif atau gram negatif.
Sifat tahan asam ini bergantung pada integritas struktur selubung
berlilin.
Analisbantul.blospot.com/2012/09/pewarnaan-bta/bakteri-tahan-asam.html?m=1
|
Metode : Zeihl Neelsen
Tujuan : Untak mengetahui sifat bakteri yang tahan terhadap
asam
PRINSIP
Dinding bakteri
yang tahan asam mempunyai lapisan lilin dan lemak yang sukar ditembus cat.
Oleh karena pengaruh fenol dan pemanasan maka lapisan lilin dan lemak
itu dapatditembus cat basic fuchsin. pada waktu pencucian, lapisan lilin dan
lemak yang terbuka akan merapat kembali. pada pencucian dengan asam alkohol
warna fuchsin tidak dilepas. sedangkan pada bakteri tidak tahan asam akan
luntur dan mengambil warna biru dari methylen blue.
|
ALAT
1. ose
2. slide
3. bunsen
4. mikroskop
|
BAHAN
1. sputum
“positif BTA”
2. karbol
fuchsin
3. asam
alkohol
4. methylen
blue
5. aquadest
6. oil
imersi
|
Interpretasi hasil : BTA : Warna Merah
Non BTA : Warna Biru
PEMBAHASAN
Menurut ziehl
neelsen mycrobakterium dan beberapa spesies nocardia pada dinding selnya
Mengandung banyak zat lipoid (lemak) sehingga bersifat permiabel dengan
pewarnaa biasa. bakteri tersebut tahan asam (+) terhadp pewarnaan tahan asam.
pewarnaan tahan asam dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosa
tuberkulosis. pewarnaan tahan asam menggunakan larutan zeihl neelsen A (cat
karbol fuchsin), zeihl neelsen B (alkohol asam : HCl 3% dalam metanol 95%)
dan zeihl neelsen C (cat methylen blue). hasil pewarnaan maka bakteri tahan
asam akan bewarna merah dan bakteri tidk tahan asam akan berwarna biru.
Kelemahan dan kelebihan dari metode ziehl neelsen yakni : latar
belakang bewarna biru terang, basil merah jelas, reagen terjangkau dan mudah
didapat, fenol diecerkan 5% dan tidak dipanaskan karena pemanasan dilakukan
pada proses pewarnaan sedian zat warna utama maka dari itu agak lama waktu
yang dibutuhkan.
Dahak yang
diambil adalah dahak yang kental kunign kehijauan sebanyak 3-5 cc, dengan
waktu pengambilan sebagai berikut :
·
dahak sewaktu, penderita datang berobat dengan
keluhan apa saja kepoliklinik
·
dahak pagi, yang diambil besok paginya begitu
bangun tidur
·
dahak sewaktu, yang diambil sewaktu penderita
mengandar dahak pagi tersebut.
Ludah tidak dapat diperiksa karena ludah berasal dari kelenjar dala
rongga mulu. biasannya dalam ludah tidak terdapat kuman BTA.
|
KESIMPULAN
Karena sampel
yang diperiksa adalah positif Tb, maka hasil yang didapat adalah positif yang
ditandai dengan warna merah pada bakteri dengan latar berwarna biru
|
Jumat, 21 Juni 2013
PERCOBAAN PENGENDAPAN PROTEIN DENGAN GARAM NETRAL
Hari, tanggal : Selasa, 18 juni 2013
DASAR
TEORI
Albumin adalah
protein yang dapat larut dalam serum darah dan putih telur. Garam
Anorganik
Yang digunakan dalam percobaan ini adalah ammonium sulfat. Hal ini terjadi
karena ammonium sulfat memiliki tingkat lrutan yang lebih tinggi dai pada
protein sehingga pada saat penambahan ammonium sulfat, ammonium sulfat akan
melarut dalam air atau pelarutnya dan mendapatkan protein keluar, kembali
dalam bentuk solidnya, sehingga terbentuklah protein yang terendapkan.
http://eviaws.blogspot.com
/2011/03/pengendapan-protein-oleh-garam.html
|
TUJUAN : Untuk mengetahui percobaan pengedapan
protein dengan garam netral.
ALAT
1.
Ball pipet
2.
Pipet ukur
3.
Tabung reaksi
4.
Pipet tetes
|
BAHAN
1.
Albumin
2.
Ammonium sulfat kristal
3.
Aquadest
4.
Larutan asam sulfat jenuh
|
PRINSIP
: Gram-garam netral mempunyai kemampuan untuk menarik air sehingga dengan
demikian molekul-molekul protein kehilangan molekul airnya yang mengakibatkan
molekul-molekul protein mengadakan agregasi dan akhirnya mengendap.
CARA
KERJA
Ø
Masukan 1 ml larutan protein kedalam tabung reaksi
Ø
Tambahkan 2 ml ammonium sulfat jenuh (lihat
perubahan)
Ø
Tambahkan 1 ml aquadest (lihat hasilnya ada
endapan/tidak)
Ø
Tambahkan ammonium sulfat jenuh secukupnya (liht
perubahan)
|
HASIL PENGAMATAN
No.
|
Asam
amino dan Reaksi
|
Hasil
Reaksi
|
1.
|
Reaksi
I : larutan protein + ammonium sufat jenuh
|
putih susu
|
2.
|
Reaksi
II : + Aquadest
|
berendapan
|
3.
|
Reaksi
III : + ammonium sulfat jenuh
|
putih keruh tidak berendapan
|
PEMBAHASAN
Larutan
protein yang digunakan dalam praktikum ini adalah larutan putih telur
(albumin)
Albumin adalah protein yang dapat larut dalam air serta dapat terkoagulasi
oleh panas. Garam anorganik yang digunkan dalam percobaan ini adalah ammonium
sulfat, hal ini terjadi karena ammonium sulfat memiliki tingkat kelarutan
yang lebih tinggi dari pada protein. Sehingga paa saat penambahan ammonium
sufat kan melarut dalam air atau pelarutnya dan mendesak protein keluar,
kembali dalam bentuk sendirinya, sehingga terbentuklah protein yang
terendapan.
|
KESIMPULAN
Pada uji
percobaan pengendapan dengan garam netral didapatkan :
ü
Pada reaksi I : putih susu
ü
Pada reaksi II : Berandapan
ü
Pada reaksi II : putih keruh tidak berendapan
|
Banjarbaru, 22 juni 2013
Dosen
Pengampu Praktikum
(Atni
P, S.Si) (Donny
S.)
JUDUL PERCOBAAN : Percobaan Aktivitas Enzim Invertase
HARI, TANGGAL : Selasa,
4 juni 2013
DASAR
TEORI
Enzim
invertase pertama kali diisolasi dari ragi pada tahun 1960. Produksi
invertase
Secara
Komersial sedemikian jauh hanya berasal dari ragi saccharomyces gerrevise dan saccharmomyces
calbergensis. Invertase ada yang terletak diluar sel dan ada pula yang
terletak diluar sel dan masih terikat erat pada sel bersangkutan.
Enzim
invertase menghidrolisis substrat berupa sukrosa pada gula bukan pereduksi
produk hidrolisis berupa gula pereduksi yaitu glukosa dn fruktosa yang
rasanya lebih manis dari pada sukrosa
|
TUJUAN
: Untuk mengetahui seberapa besar
aktivitas enzim invertase sebagai katalis dalam proses hidrolisis sukrosa pada sampel
ragi.
PRINSIP
: Menghidrolisis sukrosa menjadi
glukosa dan fruktosa.
ALAT
1.
Tabung reaksi
2.
Ball pipet
3.
Pipet ukur
4.
Rak tabung
5.
Kaca arloji
6.
Gelas ukur
7.
Beaker glass
8.
Batang
pengaduk
9.
Water bath
|
BAHAN
1.
Ragi
2.
Sukrosa 1%
3.
Maltosa 1%
4.
Pereaksi
Bennedict
|
HASIL
NO
|
REAKSI
|
PENGAMATAN
|
|
AWAL REAKSI
|
AKHIR REAKSI
|
||
1.
|
Lar.
sukrosa 1% + ragi, dipanaskan pada WB 40⁰C
|
Putih
bening
|
Putih
keruh dn terdapat endapan
|
2.
|
Lar.
maltosa 1% + ragi, dipanaskan pada WB 40⁰C
|
Putih
bening
|
Putih
keruh dan terdapat endapan
|
3.
|
Lar.
Bennedict + ragi, dipanaskan pada WB 40⁰C
|
Biru
|
Biru
keruh dan terdapat endapan
|
PEMBAHASAN
Enzim
invertase yang terdapat dalam ragi dapat menhidrolisis sukrosa menjadi
glukosa
Dan
Fruktosa. bila larutan ragi terlebih dahulu dipanaskan maka, enzim akan rusak
dan tidak dapat menhidrolisis sukrosa. untuk menunjukan bahwa hidrolisis
telah sempurna maka, terhadap hidrosilat dilakukan uji boffoed. apabila
positif ada endapan merah bata sedangkan negatif ada endapan tapi warna
tetap.
Pada
praktikum tidak terdapat pada hasilnya merah bata tapi, hanya terdapat
endapan dan warna hanya menjadi keruh. mungkin karena reagen yng sudah rusak
(kontaminasi) atau dari sampel yang kurang baik.
|
KESIMPULAN
Dari
hasil praktikum didapatkan
-
Tabung pertama
: sampel + lar. sukrosa, terjadi endapan dengan warna putih keruh di akhir
reaksi
-
Tabung kedua :
sampel + lar. maltosa, terjadi endapan dengan warna putih keruh di akhir
reaksi
-
Tabung ketiga,
sampel + bennedict, terhadi endapan dengan warna biru keruh di akhir reaksi
|
Banjarbaru,
7 juni 2013
Pembimbing
Praktikum Praktikan
(Atni
P, S.Si) (Donny
S.)
Langganan:
Postingan (Atom)